Wartawan Senior Masmimar Mangiang Wafat

  • Selasa, 30 Juni 2020 - 16:26 WIB


KLIKMX.COM, JAKARTA --  Dunia pers Indonesia kembali kehilangan wartawan hebat. Wartawan senior, Masmimar Mangiang meninggal dunia Senin (29/6/2020), pukul 18.55 WIB.

"Selamat Jalan Bang Mimar. Indonesia kehilangan guru Jurnalisme dan Bahasa Jurnalistik yang profesional dan langka. RIP Masmimar Mangiang," demikian ucapan dari wartawan senior Willy Pramudya.


Almarhum Masmimar Mangiang   dimakamkan  Selasa, (30/6/2020), sebelum zuhur di tempat pemakaman umum (TPU) Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur.


Masmimar mengajar di Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS) sejak 1989. Ia juga pernah bekerja untuk sejumlah media.

Laman resmi LPDS mencatat Masmimar pernah menjadi Pemimpin Redaksi harian ekonomi Neraca, ombudsman majalah Pantau; wartawan harian Kami, Harian Pedoman, Jurnal Prisma, majalah Fokus, dan majalah Tempo, sebelum menjadi pengajar di FISIP UI.

Direktur Utama PT Tempo Inti Media Toriq pun mengenang kala dia dan sejumlah koleganya dinyatakan tidak boleh bekerja lagi di dunia jurnalistik setelah Tempo dibredel. Saat itu, Masmimar sebagai Pemimpin Redaksi Neraca memberanikan diri menampung Toriq dan sejumlah wartawan Tempo untuk bisa menulis di medianya sebagai koresponden. Meskipun, hal tersebut hanya berlangsung sekitar tiga bulan karena pemerintah  meminta pemilik Neraca  untuk tidak mempekerjakan Toriq dan kawan-kawan.


Atas segala sepak terjang Masmimar tersebut, Toriq mengenang pria kelahiran Limbanang, September 1949, itu sebagai salah satu tokoh pers yang baik dan teguh kepada profesi jurnalistik. "Saya kira beliau meninggalkan hidup dan karir yang cemerlang di jurnalistik, tidak ada cacatnya. Karirnya luar biasa terjaga betul dan tidak pernah diselewengkan. Di situlah nilai lebihnya," ucap Torig seperti dilansir Tempo.

Biografi Masmimar ditulis wartawan senior Sumatera Barat, Hasril Chaniogo dalam buku "121 Wartawan Hebat dari Ranah Minang" yang diluncurkan pada puncak peringatan Hari Pers di Padang tanggal 9 Februari 2018.

Selain wartawan senior dan pengajar komunikasi di Universitas Indonesia, kata Hasrilz Masmimar Mangiang juga dikenal sebagai ahli bahasa jurnalistik.

Namanya gampang diingat karena rada unik: Masmimar Mangiang. Kata pertama (Masmimar), konon, singkatan dari “Masa mempertahankan Indonesia mardeka”. Ia memang lahir tak lama setelah era Pemerintah Darurat Rapublik Indonesia (PDRI) yang salah satu pusat­nya ada di sekitar kampungnya. Sedang­kan yang kedua (Mangiang) diambil dari kata belakang gelar ayahnya: M. Sain Dt. Manggung Mangiang.

"Karena kedengarannya bagus, 'gelar itu saya pakai di belakang nama saya' kata Uda Mimar kepada saya," ungkap Hasril.

Marmimar Mangiang lahir di Na­gari Limbanang, Suliki, Limapuluh Kota, Sumatra Barat, 10 September 1949, dari ibu bernama Sitti Rugaiyah, bersuku Piliang. Ia adalah wartawan yang sarat peng­alaman, pernah bekerja dan memim­pin sejumlah media. Anggota PWI sejak 1971, Masmimar pemegang Press Card Number One dan sertifikat “Wartawan Utama” Dewan Pers. Pengajar pada Departemen Komunikasi FISIP UI (sejak 1980) ini juga banyak menulis dan menyunting buku, serta aktif mendirikan dan mengelola sejumlah yayasan, lembaga kajian dan penelitian.


Kelemahan Wartawan Zaman Now

Berbicara mengenai wartawan zaman now, menurut Masmimar, kelemahan utama terletak pada penggunaan bahasa Indonesia. Wartawan Indonesia, baik reporter maupun editor, menurutnya, banyak yang tidak memahami pemakaian bahasa tulis maupun bahasa lisan dengan baik. Kelemahan yang cukup menonjol terutama dalam logika bahasa,  penguasaan kosa kata, dan penguasaan makna kata. Dari amatannya, reporter televisi banyak yang menggunakan bahasa secara buruk.

Keadaan itu, kata Masmimar, bukan saja kelemahan wartawan, melainkan umumnya orang Indonesia. Penyebabnya, mungkin, karena kurikulum sekolah tidak melatih kemampuan ekspresi anak didik, baik dalam hal ekspresi tulis maupun ekspresi lisan. Akibatnya terjadilah kekacauan dalam berbahasa. ***

 



Baca Juga