Kisah Lucu Sintong Panjaitan Tak Bisa Matikan Tape Recorder Saat Serbu PKI di Gedung RRI

  • Minggu, 11 September 2022 - 23:29 WIB


KLIKMX.COM, PEKANBARU -- Gubernur Provinsi Riau (Gubri) Syamsuar menghadiri peringatan hari ulang tahun ke 77 Radio Repubilk Indonesia (RRI). Kegiatan itu berlangsung di halaman Kantor RRI, Jalan Sudirman, Kota Pekanbaru, Minggu (11/9/2022) malam. 

HUT ke-77 RRI dikemas melalui acara Gebyar kebhinekaan Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia. Kegiatan itu mengusung tema “Kolaborasi Untuk Indonesia Kuat”. 


Untuk Riau sendiri, RRI Pekanbaru didirikan pada tahun 1959.


“Kami mengucapkan selamat hari jadi yang ke-77 tahun untuk Radio Republik Indonesia. Semoga kedepannya tetap sesuai dengan semboyan yang dimilikinya,” ucap Gubri. 

Sementara itu, Kepala LPP RRI Pekanbaru, Ahmad Bahri mengatakan bahwa kegiatan yang diselenggarakannya tersebut, menggelar pagelaran kebudayaan yang bertema kesenian dan kebudayaan di Indonesia.

"Pada malam hari ini seni pertunjukan budaya dari Minangkabau, Melayu, kemudian ada juga etnis Banjar dan pertunjukan seni budaya lainnya," ungkapnya.

Sejarah RRI


Mengutip laman resmi RRI, pemerintah Indonesia meresmikan berdirinya RRI pada 11 September 1945. Berdirinya RRI sendiri tidak bisa dilepaskan dari keberadaan stasiun-stasiun radio di era itu. Generasi pertama stasiun radio ada di Malabar, Jawa Tengah, sejak 1925, atau sekitar 20 tahun sebelum ada RRI. 

Lima tahun setelah itu, terbentuk Nederland Indische Vereniging Radio Amateur (NIVERA) sebagai organisasi radio amatir milik Belanda. Sementara stasiun radio pertama kali berdiri di Indonesia bernama BRV. BRV juga didirikan Belanda yang berlokasi di Batavia. 

Selanjutnya juga ada Stasiun Radio Nederlandsch-Indische Radio Omroep Maatschappij (NIROM) di Jakarta. Mengutip Kompas.com, 11 September 2018, setelah Jepang mengambil alih Indonesia, radio-radio siaran Jepang mulai berkumandang di Tanah Air. 

Jepang juga mengakuisisi stasion radio milik Belanda. Selain untuk memberikan informasi, siaran radio juga berfungsi sebagai propaganda Jepang ke masyarakat Indonesia. 

Namun, ada juga radio Jepang yang kesempatan banyak untuk mengembangkan kebudayaan dan kesenian, jauh lebih berkembang dibandingkan zaman penjajahan Belanda. Jawatan radio swasta akhirnya dibekukan dan disatukan dalam satu komando Hoso Kanri Kyoku, yang merupakan pusat radio siaran dan berkedudukan di Jakarta. Cabang-cabangnya yang dinamakan Hoso Kyoku terdapat di Bandung, Purwakarta, Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Surabaya, dan Malang. 

Selain itu, Hoso Kyoku juga mempunyai cabang kantor di kabupaten-kabupaten untuk menyiarkan programnya kepada masyarakat. Saluran informasi di era kemerdekaan Bom Hiroshima dan Nagasaki menjadi tanda runtuhnya kekuasaan Jepang di Indonesia. Berkat informasi radio, akhirnya Indonesia bisa segera merealisasikan kemerdekaanya melalui momentum Proklamasi pada 17 Agutus 1945. 

Hoso Kyoku akhirnya dihentikan siarannya pada 19 Agustus 1945. Situasi saat itu semakin mendesak ketika siaran-siaran radio memberitakan tentara Inggris yang mengatasnamakan sekutu akan menduduki Jawa dan Sumatera. Ditambah lagi, pihak Inggris akan melucuti senjata Jepang. Menanggapi berita itu, masyarakat Indonesia yang aktif di radio menyadari perangkat radio merupakan alat yang diperlukan pemerintah Republik Indonesia untuk berkomunikasi dan memberi tuntunan kepada rakyat mengenai apa yang harus dilakukan. 

Perwakilan delapan stasiun radio bekas Hosu Kyoku kemudian berkumpul di gedung Raad Van Indje Pejambon, Jakarta. Muncul nota kesepahaman, salah satunya adalah meminta pemerintah untuk mendirikan stasiun radio sebagai alat komunikasi antara pemerintah dengan rakyat. Radio dipilih sebagai alat komunikasi karena lebih cepat dan tidak mudah terputus saat terjadi pertempuran. RRI akhirnya disepakati berdiri dan akan meneruskan penyiaran dari delapan stasiun di Jawa untuk menjadi alat komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat.


Kisah Menarik Sintong Panjaitan

Dilansir dari yogya.inews.id, Letjen TNI (Purn) Sintong Panjaitan adalah salah satu sosok pelaku sejarah yang ikut menumpas gerakan G30 S/PKI ternyata punya cerita lucu saat perwira RPKAD (kini Kopassus) itu menyerbu gedung Radio Republik Indonesia (RRI) yang dikuasai PKI. 

Pasalnya, gara-gara tak tau cara mematikan tape recorder sehingga siaran PKI terus mengudara, Sintong sempat ditegur Komandan RPKAD Sarwo Edhi Wibowo.  

Kisah ini terjadi pada 1 Oktober 1965. Sintong yang kala itu berpangkat Letda semestinya diterjunkan ke Kuching, Malaysia untuk melakukan operasi tempur. Dia tergabung dalam kompi Lettu Inf Feisal Tanjung. Namun mendadak penerjunan itu dibatalkan. Kompi Feisal Tanjung dikembalikan sebagai pasukan regular dan akan dilibatkan pada operasi penumpasan G30 S/PKI. 

Malam sebelumnya terjadi peristiwa berdarah yakni penculikan para jenderal TNI AD. Pagi itu di Jakarta suasana masih mencekam.  korban pemberontakan G30S PKI Sintong selanjutnya diberikan tugas baru untuk merebut RRI dan kantor Telkom yang dikuasai PKI. Setelah jam ditentukan, Sintong dan pasukannya bergerak cepat masuk RRI. Sempat terjadi baku tembak sebentar. Namun sejumlah orang pro PKI lantas mundur. 

“Setelah mereka mundur, kami masuk ke dalam. Kami lalu tangkap semua orang termasuk kru-kru radio di dalam,” kata Sintong dalam podcast yang diunggah di akun Youtube Puspen TNI, dikutip Minggu (20/6/2021). Dengan telah dikuasainya RRI, Sintong pun melapor ke atasannya, Lettu Feisal Tanjung dan Komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie Wibowo. Namun anehnya, kata Sintong, Sarwo Edhie justru menegur keras. “Kau harus laporan yang benar,” kata Sintong.

Semula dia bingung karena merasa telah berhasil merebut RRI. Belakangan diketahui pangkal hardikan Sarwo Edhie ternyata gara-gara siaran PKI masih terus berkumandang dari radio. Setelah ditelisik diketahuilah tape recorder siaran itu masih berputar.  

Hampir saja Sintong menghancurkan tapa recorder itu. Namun aksinya dicegah oleh salah seorang karyawan di sana. Karyawan itu memberitahu semua alat siaran mahal harganya. Staf RRI itu lantas mematikan siaran tersebut.  
Setelah siaran berhenti, Sintong pun melapor kembali ke Sarwo Edhie. Kali ini Sarwo memujinya. “Iya lah, (laporan) yang benar, sekarang sudah berhenti,” kata alumnus Akmil 1963 ini. 

Sintong menceritakan, pada satu kesempatan dirinya bertemu Sarwo Edhie. Tentara kelahiran Purworejo itu kembali menanyakan apa yang sesungguhnya terjadi di RRI. 

Sintong pun menceritakan operasi penyerbuan itu berhasil, namun ada satu tape recorder yang masih berputar dan tak ada yang tahu cara mematikan. Atas jawaban itu, Sarwo pun meledek Sintong. “Ah kau, orang kampung kau,” katanya, menirukan. (*)



Baca Juga