- Beranda
- RIAUSTORIA
- Desa yang Hilang Itu Kini Sudah Kembali
Desa yang Hilang Itu Kini Sudah Kembali
- Rabu, 30 Oktober 2024 - 21:51 WIB
- Reporter : Adi Candra
KLIKMX.COM, DUMAI - Kampung yang hilang itu kini telah kembali lagi. Bahkan malah dapat memberikan manfaat serta sumber rezeki bagi kelompok Harapan Bersama yang berjuang dengan gigih mengembalikan kampung halamannya yang dulu telah hilang.
Desa Pangkalan Jambi, itulah nama kampung yang sebelumnya menjadi wilayah pemukiman masyarakat dan hilang akibat ulah tangan jahil manusia dalam upaya mereka mendapat keuntungan duniawi dengan menebang hutan secara brutal.
Di mana pembalakan hutan tidak terkendali dalam upaya mendapatkan kayu alam untuk dijual membuat perkampungan yang berada di pesisir laut, di Kelurahan Sungai Pakning, Kecamatan Bagan Batu, Kabupaten Bengkalis tersebut terus tergerus abrasi oleh air laut yang mengikis daratan hingga mencapai 150 meter.
Hilangnya Desa Pangkalan Jambi yang merupakan perkampungan nelayan tersebut, karena tidak adanya lagi pohon yang merupakan benteng utama bagi daratan dalam menghadapi abrasi air laut akibat pembalakang liar.
Namun berkat usaha tampa lelah di tengah cibiran masyarakat kampung Pangkalan Jambi yang sudah berpindah ke tempat yang lebih aman. Karena kampung mereka yang mulai merasakan dampak aksi pembalakan hutan secara brutal dilakukan, kelompok Harapan Bersama berhasil membuktikan usaha mereka untuk untuk menyelamatkan kampung halamannya dengan sejuta cerita dan kenangan itu berhasil seta menjadi pembicaraan dan mendapatkan pujian.
Tidak hanya sebatas mendapat pujian saja, kelompok Harapan Bersama yang awalnya adalah kelompok nelayan yang peduli akan perkampungan mereka ini juga mulai merasakan buah dari usaha tanpa lelah menjaga lingkungan yang mereka lakukan.
Di mana saat ini desa mereka yang hilang itu sudah kembali asri dengan berbagai jenis tanaman mangrove dan juga memberikan penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka.
Sesuai dengan janji alam siapa yang menjaganya akan memperoleh manfaat dari alam itu sendiri. Hal tersebut sangat dirasakan oleh kelompok Harapan Bersama.
Pesisir daratan Desa Pangkalan Kerinci yang dulu hilang akibat abrasi itu, kini menjadi desa dan objek wisata Bernama Wisata Magrove dengan tanaman magrovenya. Di mana Wisata Magrove sekarang banyak dikunjungi oleh wisatana lokal (masyarakat tempatan) maupun wisatawan dari daerah lainnya.
Tak jarang kampung hilang ini juga menjadi lokasi riset tanaman magrove bagi pelajar dan mahasiswa, bahkan menjadi proyek percontohan bagi daerah lain yang ingin menjaga daerah mereka dari dampak abrasi air laut seperti yang dialami Desa Pangkalan Kerinci ini sebelumnya.
Sentuhan dari Kilang Pertamina Internasional RU II Sungai Pakning, membuat kampung yang hilang itu kembali asri dengan habitat tanaman mangrove.
Ditambah jembatan kayu penuh warna warni mengitari hutan mengrove menjadikannya kampung hilang itu semangkin cantik. Hingga kini menjadi objek wisata pasti akan dikunjungi oleh wisatawan aat berkunjung ke Kelurahan Sunagi Pakning, Kecamatan Bagan Batu, Kabupaten Bengkalis.
Rimbunnya tanaman mangrove dengan sembilan spesies membuat lokasi Wisata Magrove menjadi asri dan menjadi habitat sejumlah mahluk hidup. Kicauan suara burung yang sahut menyahut membuat lokasi Wisata Magrove memberikan ketengan bagi pengunjungnya.
Namun mengembalikan kampung yang hilang tersebut bukanlah semudah membalikkan telapak tangan dan membutuhkan waktu yang sangat panjang. Perlu perjuangan yang sungguh - sungguh dan penuh pengorbanan.
Belum lagi menghadapi cibiran masyarakat yang mengatakan apa yang dilakukan oleh kelompok Harapan Bersama ini merupakan kerjaan gila dan hal yang mustahil.
Bermodalkan dari kesadaran dan tekad untuk mengembalikan desa yang sudah ditempati oleh nenek moyang mereka sebelumnya dan sejuta kenangan yang hilang, kelompok Harapan Bersama berjuang mengembalikan kampung mereka yang hilang secara mandiri.
Di mana setiap kali tidak melaut mereka akan mencari bibit mangrove hingga ke desa sebelah dan membawanya pulang untuk ditanami di Desa Pangkalan Jambi yang sudah mengalami abrasi yang sangat parah. Bahkan mereka juga mengorbankan waktu libur melaut mereka untuk mencari bibit, menanam dan menjaga mangrove yang sudah mereka tanam agar tidak tergerus dan terbawa ombak air laut saat air laut naik.
"Awal mulanya kami adalah kelompok nelayan yang peduli akan lingkungan dan kampung halaman kami yang semangkin lama semangkin hilang daratannya akibat abrasi air laut. Dengan kesepakan bersama kami secara otodidak menanam setiap magrove yang kami cari di daerah pesisir Desa Pangkalan Jambi ini dengan harapan pohon yang kami tanam akan tumbuh dan bisa menahan daratan dari abrasi air laut" ujar Ketua Kelompok Harapan Bersama, Alpan.
Dikatakan Alpan, kami mulai menanam pohon magrove pada tahun 2004 yang awalnya kami membentuk kelompok ini berjumlah 11 orang dan beberapa diantaranya sudah meninggal dunia dan tidak dapat merasakan hasil jerih payah yang kami lakukan bersahma seperti saat ini.
"Di mana setiap kali kami tidak melaut kami akan bergerak kesejumlah tempat hingga ke kampung sebelah untukmendapatkan bibit pohon mangrove. Dimana tanpa ilmu setiap bibit yang kami dapat akan kami tanam dan hasilnya sangat sedikit yang tumbuh karena sebahagian besar bibit yang kami tanam hanyut terbawa arus lat. Dengan kata lain bisa dikatakan gagal," terang Alpan.
Meski sempat gagal namun kami terus menanam mangrove hingga akhirnya di tahun 2017 PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) RU II Sei Pakning mendatangi kami dan menjadi bapak asuh kami dalam usaha penanaman pohon mangrove guna mengatasi abrasi di kampung halaman kami ini.
"Yang dulunya kami hanya asal tanam, namun dengan bantuan pihal PT KPI RU II Sei Pakning kami diberikan pembekalan, pelatihan dan ilmu cara menanam pohon mangrove yang benar serta pemberian bbibt mangrove kepada kelompok kami sehingga kami tahu cara menanam pohon mangrove yang benar dan hasilnya desa menjadi asri dengan ribuan tanaman pohon magrove," ujarnya.
"Desa kami yang hilang itu kita secara perlahan kembali lagi setelah tanaman pohon magrove yang kami tanam tumbuh dengan baik dan mengangkat tanah yang dulu hilang menjadi daratan baru", terangnya.
Kerberhasilan kami mengembalikan lagi kampung kami yang hilang ini tidak akan terjadi jika PT KPI Sei Pakning tidak membantu dan membimbing kami.
"Alhamdulillah keberadaan PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) RU II Sei Pakning menjadi Energizing The Acceleration dalam upaya dan niat awal kami yakni mengembalikan kampung kami yang hilang dan alhamdulillah juga saat ini juga menjadi sumber pendapatan bagi kami dalam memenuhi kebutuhan keluarga," ujar Alpan.
Di mana saat ini Desa Pangkalan Kerinci, khususnya lokasi Kawasan Magrove ini sudah menjadi salah satu objek wisata dan kawasan ini juga sudah di SK kan oleh Pemerintah Desa dan Pemerintah sebagai Kawasan konservasi.
"Alhamdulillah saat ini kelompok Harapan Bersama yang anggotanya sudah berjumlah 40 orang sudah bisa mendapatkan penghasilan dari Kawasan Magrove ini sekitar 1 hingga 1,5 juta rupiah setiap bulannya, yang bersumber dari tiket masuk, pengolahan hasil tanaman mangrove, makanan olahan dari nelayan sekitar dan kolam ikan nila air tawar yang saat ini kami Kelola yang juga masih merupakan dari KPI SeiPakning," ucap Alpan.
Lebih lanjut dikatakan Alpan, saat ini pihaknya masih terus melakukan pembibitan pohon mangrove dan di kawasan Magrove Sei Pakning saat ini memiliki sembilan jenis pohon mangrove dan menjadi habitat tempat hidupnya berbagai hewan seperti burung, ketam dan sejenis monyet.
Sementara itu, Officer CSR dan Komrel RU II Sei Pakning, Rahmad Hidayat mengatakan PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) RU II Sei Pakning mengatakan, pihaknya akan selalu konsen terhadap permasalaha lingkungan Indonesia tertuma di wilayah kerja mereka.
"Kami mulai membantu kelompok Harapan Bersama ini sejak tahun 2017 dalam mengatasi abrasi yang memang sudah sangat mengkhawatirkan. Kami membantu dan mengandeng mereka karena sebelumnya mereka sudah memiliki inisiatif untuk menanam mangrove, tapi selalu gagal karena memang belum ada metode yang tepat untuk mereka menanam magrove dinlahannya," ujar Rahmad.
Melihat kegagalan yang dialami kelompok harapan kami melakukan inovasi dengan Triangle Mangrove Barrier (Trimba) dan ternyata dengan inovasi ini cukup efektif, di mana tingkat keberhasilan menanam mangrove hampir seratus persen,'' tambahnya.
Diterangkan Rahmad, jadi misalkan mereka nanam 300 bibit, bibitnya itu akan tumbuh 300 karena saat mereka menanam, pengaruh pasang surut air laut saat penanaman awal mangrove yang selama ini menggagalkan proses penanaman mangrove bisa teratasi dengan trimba.
Dimana sebelum menggunakan inovasi trimba ini bibit magrove yang mereka tanam banyak gagal karena saat bibit belum kuat dan akar mangrove belum kuat mencekram ke tanah, bibit mangrove akan tergerus ombak air laut. Namun dengan adanya apuh atau alat pemecah ombak trimba tadi dapat menahan arus yang kuat dari pasang surut sehingga bibit pohon mangrove dapat tumbuh dengan sempurna,'' terang Rahmad..
Jadi dalam penanam bibit pohon magrove yang ditanam diawal membutuhkan waktu tiga bulan hingga akarnya kuat mencengkeram ke tanah. Jika sudah melalui fase itu, maka mangrovenya akan hidup dan ini berhasil dilakukan dengan program trimba ini,'' lanjutnya.
Diterangkan Rahmad, awal melakukan program ini kami melakukan sosial meaphing yang sangat penting karena akan menentukan apa yang kita lakukan untuk kelompok ini setiap tahunnya dan setelah melakukan sosial meaphing ini ternyata masalah abrasi ada di depan mata kita yang akan memunculkan dampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat.
Dan dasar itu kita bersama-sama masyarakat, kelompok dan pemerintah mencari solusi agar permasalahan abrasi agar bisa terlesaikan.
"Di mana dari data daratan yang sudah tergerus hampir 150 meter. Daerah ini dulunya adalah pemukiman masyarakat namun karena dampak abrasi akhirnya mau tidak mau warga harus merelokasi ke daerah yang lebih aman dan itu sangat kita sayangkan. Dengan program yang kita lakukan ini secra bertahap daratan yang dulu hilang ini sekarang pelan - pelan akan tumbuh lagi dan harapannya nanti ke depan daratan yang hilang sepanjang 150 meter itu akan kembali pulih," pungkas Rahmad. ***