Suami Berubah Kasar

  • Kamis, 06 April 2017 - 16:30 WIB


APA yang lebih berat dalam hidup seorang wanita selain memutuskan berpisah dari lelaki yang dicintainya? Ya, bagiku inilah yang terberat. Namun, walau berat aku harus memilih. Bertahan sama saja dengan bunuh diri perlahan-lahan.

           Aku menikah di usia yang cukup matang, 29 tahun dan Arif, suamiku 32 tahun.
 

          Namun sejak setahun belakangan Arif mulai berubah. Perilakunya yang semula lembut dan romantis kini menjadi kasar. Entah apa yang menyebabkan dia seperti itu.
 

          Kupikir Arif lagi ada masalah di tempat kerjanya. Hal itu memang wajar terjadi pada setiap orang, persoalan kantor berimbas ke rumah.  
   

          Sudah dapat ditebak, kami kembali bertengkar. Dan seperti biasa aku tak mampu melawan kekasaran Arif. Ia kembali melontarkan makian.

           Ternyata tabiat Arif itu dipicu karena kami sampai saat ini belum dikaruniakan anak. Memang beberapa kali Arif memintaku untuk rajin mengkonsumsi beberapa herbal yang ia bawakan. Namun karena aku dari dulu tak suka minum-minum herbal, usaha Arif hanya sia-sia saja.
 

            Suatu malam Arif mengatakan hal yang membuatku seperti tersambar petir. Ia minta izin untuk menikah dengan perempuan lain.

           “Kenapa? kenapa kamu sampai kepikiran mau menikah lagi? Aku kurang cukup?” sergahku. Arif menatapku dengan tatapan aneh.

             “Bukan karena itu, aku ingin punya anak. Itu saja,” jawabnya pendek.
 

           Jawabannya itu membuatku risau sepanjang hari. Aku baru meyadari, itulah penyebab semua perilaku kasar suamiku. Ia begitu ingin secepatnya punya anak.
 

          Tapi seiring berjalannya waktu, akhirnya terungkap juga pemicu dari semua ini. Ya, ternyata Arif sudah lama menjalin hubungan dengan seorang janda. Informasi itu kuketahui dari teman-teman Arif di kantornya.

          “Dari hubungan mereka selama ini memang sudah menjadi rahasia umum di kantor ini. Kuat dugaanku suamimu memang sangat tertarik dengan janda itu,” jelas Linda, teman kerja Arif.
 

         Aku yang belum paham maksud Linda, akhirnya diberi penjelasan panjang lebar oleh Linda. Dikatakannya, suamiku terobsesi memiliki anak karena semua saudara-saudaranya sudah memiliki momongan. Dia saja yang belum.

         “Apakah yang harus kulakukan?” tanyaku.

         “Entahlah, nampaknya ia memang terobesesi soal anak. Kecuali kamu sanggup bertahan hidup bersamanya ya nggak masalah. Tapi kukira ini akan sulit bagimu,” kata Linda berpendapat.
 

        Menerima diri dimadu sungguh tak sanggup kubayangkan. Daripada hidup seperti itu biarlah aku memutuskan untuk berpisah.
    

       Akhirnya, setelah kurasa cukup menyiapkan diri dan mental, kemudian aku meminta cerai dari Arif, aku menggunakan jasa pengacara.
  

         Arif kaget. Ia tidak menyangka bahwa aku yang selama ini hanya diam mengalah bisa mendadak mengajukan cerai lewat pengacara. Aku bahkan memintanya keluar dari rumah, karena rumah tersebut adalah rumahku sejak sebelum nikah.

         Itulah batas kesabaranku. melalui pengacaraku dan meminta mengurus perceraianku dengan Arif, aku melihat itulah jalan satu-satunya lepas dari kemelut hubungan aneh dengan Arif. Aku tak sanggup hidup dengan suami yang ‘sakit’ seperti ini. Aku rela jadi janda.
 

       Tahun 2011, setelah resmi bercerai, Arif menikahi janda tersebut. Aku cukup terguncang mendengar berita pernikahannya yang ia gelar cukup meriah itu. Ia benar-benar melaksanakan apa yang diucapkannya dulu. ****




Baca Juga