Kajari Inhu Tinjau Rumah Restorative Justice

  • Rabu, 15 Juni 2022 - 14:19 WIB


INHU - Kepala Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu (Inhu) Furkon Syah Lubis SH MH melakukan peninjauan terhadap Rumah Restorative Justice yang bertempat di Desa Titian Resak Kecamatan Seberida, Inhu.

Peninjauan ini juga didampingi langsung Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD), Camat Seberida, Kepala Desa Titian Resak beserta unsur perangkat desa, pada Selasa (14/6/2022).


Program rumah restorative justice oleh Kejari Inhu merupakan sarana alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan sekaligus bukti keseriusan penegak hukum dalam menciptakan keadilan substantif di tengah masyarakat. 


"Penyelesaian tindak pidana melalui mekanisme restorative justice sendiri diatur dalam Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif," jelas Kajari Inhu Furkon Syah Lubis SH MH yang didampingi Kasi Pidum Kejari Inhu Albert N SE SH AK, melalui Kasi Intel Kejari Inhu Arico Novi Saputra SH kepada PekanbaruMX di ruang kerjanya. 

Disampaikannya juga, rumah restorative justice ini juga nantinya akan difungsikan sebagai suatu wadah bagi masyarakat sekitar lokasi untuk penyelesaian perkara ringan secara musyawarah yang melibatkan aparatur pemerintah desa, tokoh masyarakat, tokoh agama serta jaksa selaku mediator. 

"Dengan adanya rumah restorative justice, diharapkan dapat terciptanya kembali pemulihan, keadilan serta keharmonisan di lingkungan masyarakat itu sendiri," sebutnya. 


Sebagaimana diketahui, keberadaan rumah restorative justice sangatlah strategis dalam rangka untuk mendamaikan suatu perkara yang sifatnya ringan dalam artian tidak perlu dibawa ke pengadilan. Sehingga, sepanjang masih bisa diselesaikan di luar pengadilan, maka jaksa setempat mendorong agar keadilan restoratif diterapkan.

Pada prinsipnya keadilan sejati adalah bisa diterima oleh kedua belah pihak yang berperkara. Sementara proses hukum belum tentu bisa mendapatkan suatu keadilan. Maka dari itu, hanya dengan jalan perdamaian tanpa proses hukum, keadilan bisa diwujudkan setelah semua pihak bersepakat tanpa ada yang merasa dirugikan.

Keadilan restoratif merupakan suatu pendekatan dalam memecahkan masalah yang melibatkan korban, pelaku, serta elemen-elemen masyarakat demi terciptanya suatu keadilan.

Keadilan restoratif bisa diterapkan jaksa dengan menghentikan penuntutan jika perkara dinilai lebih layak diselesaikan di luar jalur peradilan, dengan berpedoman pada Peraturan Kejaksaan Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Ada tiga syarat prinsip keadilan restoratif bisa ditempuh yaitu pelaku baru pertama kali melakukan pidana, ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun serta nilai kerugian perkara tidak lebih dari Rp2.500.000.

Namun ada pengecualian jika kerugian melebihi Rp2.500.000, maka ancaman pidana tidak boleh lebih dari 5 tahun pidana, demikian sebaliknya jika ancaman pidana lebih dari 5 tahun tetap bisa direstoratif asalkan kerugian di bawah Rp2.500.000. Adapun yang paling penting pelaku belum pernah dipidana.

Lima perkara yang tidak bisa dihentikan penuntutannya dalam penerapan keadilan restoratif, yaitu pertama tindak pidana terhadap keamanan negara, martabat presiden dan wakil presiden, mengganggu ketertiban umum dan kesusilaan. Kedua, tindak pidana yang diancam dengan pidana minimal. Ketiga, tindak pidana peredaran narkotika, lingkungan hidup dan korporasi.(Mx16)



Baca Juga