Lima Korporasi Diadukan Terkait Karhutla, Dirreskrimsus Polda Riau: Kita Lidik Dulu
- Selasa, 05 Agustus 2025 - 04:21 WIB
- Reporter : Hendra Bakti
- Redaktur : Armazi Yendra

KLIKMX.COM, PEKANBARU - Koordinator Jikalahari Okto Yugo Setiyo, mendatangi Mapolda Riau guna mengadukan lima Korporasi ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau, terkait kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), Ahad (4/8/2025) kemarin.
Pengaduan tersebut diterima langsung olen Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Riau Kombes Ade Kuncoro Ridwan SIK MH. Okto, menyerahkan sejumlah berkas diharapkan untuk ditindaklanjuti.
Kombes Ade menjelaskan, saat pertemuan dengan Koordinator Jikalahari, Okto Yugo Setiyo, ia menerima berkas pengaduan masyarakat (Dumas) terkait karhutla. “Tadi mereka serahkan dumasnya,” kata Kombes Ade.
Lanjut Kombes Ade, tindak lanjut dari laporan yang telah diterima. Pihaknya terlebih dahulu akan melakukan penyelidikan. “Nanti kita lidik dulu,” pungkasnya.
Terkait dumas yang ia layangkan, Okto Yugo mengatakan, pihaknya menduga lima perusahaan atau korporasi hutan tanaman industri (HTI) melakukan tindak pidana lingkungan hidup berupa pencemaran udara dan pelampauan ambang batas kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi sepanjang Juli 2025.
“Lima korporasi yang kami laporkan adalah PT Arara Abadi (HTI) Distrik Rokan Hilir, PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) estate Pelalawan, PT Ruas Utama Jaya (RUJ) di Dumai, PT Perawang Sukses Perkasa Industri (PSPI) di Kampar Kiri, dan PT Selaras Abadi Utama (SAU) di Pelalawan,” untuk Okto.
Laporan lanjut Okto, langsung diterima Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro, didampingi Wakil Direktur AKBP Basa Emden Banjarnahor dan jajaran.
Merasa lega pengaduannya diterima, Okto menyampaikan apresiasinya kepada Kapolda Riau Irjen Dr Herry Heryawan SIK MH MHum, yang menginisiasi program Green Policing.
"Jikalahari mengucapkan terima kasih kepada Kapolda Riau yang telah membuka ruang partisipasi publik dalam mendorong penegakan hukum terhadap pelaku karhutla, khususnya dari korporasi," kata Okto.
Okto menegaskan, lima korporasi tersebut diadukan berdasarkan hasil analisis citra satelit, titik panas (hotspot), serta pengecekan lapangan pada 17–27 Juli 2025. Pihaknya menemukan kebakaran melanda lima wilayah konsesi perusahaan tersebut dengan luas mencapai 179 hektare.
“Karhutla ini menyebabkan kualitas udara di Riau menurun drastis hingga mencapai kategori “Sangat Tidak Sehat” dalam Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU),” jelas Okto.
Kondisi itu ditindaklanjuti Jikalahari di lapangan dan menemukan hasilnya kebakaran terjadi dalam areal konsesi perusahaan, tak jauh dari tanaman akasia.
Kemudian, terdapat kanal-kanal korporasi di lokasi dan ditemukan tanaman akasia dan kelapa sawit berumur 3–5 tahun.
Selain itu, jelas Okto, lahan yang terbakar mayoritas berada di kawasan gambut, termasuk di zona prioritas restorasi. Temuan lainnya, tegakan hutan alam ikut terbakar dan tidak terlihat menara pemantau api di sekitar areal terbakar yang menunjukkan tidak lengkapnya sarana prasarana pengendalian karhutla dari perusahaan seperti menara pantau api.
Artinya, tegas Okto, Jikalahari menilai kebakaran dalam wilayah izin korporasi ini merupakan bentuk kelalaian atau bahkan kesengajaan. Padahal, sebagai badan hukum, korporasi memiliki tanggung jawab dan kemampuan untuk mencegah kerusakan lingkungan di wilayah konsesinya.
"Ketidaksiapan perusahaan menjaga arealnya menyebabkan kerusakan lingkungan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana sesuai Pasal 98 atau Pasal 99 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," tegas Okto.
Lanjut Okto, Jikalahari menyatakan bahwa laporan ini adalah bentuk partisipasi publik untuk mendorong penegakan hukum yang adil dan tegas terhadap pelaku karhutla, sejalan dengan semangat program Green Policing. ***