Ketika Cinta Diisolasi Corona

  • Senin, 09 November 2020 - 10:03 WIB



Oleh Oce Eka Satria


KULIT wajahnya yang berkilat-kilat itu terlihat kuyu. Air mukanya keruh. Sorot matanya melemah. Tak seperti biasanya. Ia bersandar ke tiang pintu, sambil bercerita masalah yang dihadapinya saat ini. Suaranya gemetar.


"Istri dan dua anak saya sudah pulang. Empat belas hari diisolasi di Puskesmas Sungai Pagar," ia bercerita dengan terbata-bata saat kami bertemu di rumah familinya di Kota Pekanbaru, Rabu (4/11/2020). "Sekarang semuanya hilang. Tak ada pekerjaan, tetangga menghindar. Takut," ujarnya.


Ia, Arul, pria 51 tahun ini warga Pandau, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, mengeluhkan kondisi keluarganya setelah tiga orang yang dikasihinya terkonfirmasi positif Covid-19. Istrinya, TAR (41), dua anaknya WY (20) dan KY (13) menjadi pasien yang dijangkit virus paling ditakuti di dunia itu. Rabu malam itu ia datang sesuai kesepakatan kami. Ia bersedia diwawancarai, namun tak mau wartawan datang ke rumahnya, di Perumahan Pandau. Ia tak ingin ada yang tahu bahwa keluarganya adalah korban Covid-19.  Alasan 'tak ingin kondisinya diketahui'  masuk akal, karena hal itulah yang  menjadi masalah beratnya saat ini. Namun setelah diyakinkan bahwa cerita perihal keadaannya sebagai korban Covid-19 akan bermanfaat dibaca masyarakat maupun pihak-pihak berkompten. Arul setuju.  

Ia hampir tak percaya virus Covid-19 ikut menyerang keluarganya. Apalagi saat kondisi ekonomi keluarganya tertatih-tatih meniti ombak kehidupan yang makin keras. Di saat dirinya tengah bingung cara mencari penghasilan setelah terlempar dari pekerjaan, tiba-tiba istrinya yang menjadi tumpuan di rumah menjadi korban Covid-19. Ia merasa benar-benar di titik nadir. Tak ke siapa kan bertenggang.

Arul menceritakan saat yang paling membuatnya shock. Waktu itu, 3 Oktober 2020, rumahnya didatangi petugas yang dikirim Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar. Beberapa petugas berpakaian ala astronot yang selama ini hanya bisa ia lihat di televisi, saat itu ia lihat dengan mata kepalanya sendiri datang ke rumahnya. Petugas berpakaian alat pelindung diri (APD) itu akan membawa istri dan dua anaknya ke tempat isolasi pasien positif Covid-19 di Puskesmas Sungai Pagar, Kampar Kiri Hilir, Kabupaten Kampar, Riau. Lokasi lumayan jauh, 30,9 kilometer dari tempat tinggalnya.


UPTD Puskesmas Kecamatan Kampar Kiri dijadikan rumah sakit penanganan Covid-19 untuk melayani pasien Covid-19 mulai dari wilayah Kecamatan Siak Hulu sampai serantau Kampar Kiri, dan untuk pelayanan Puskesmas sementara dialihkan ke Kampar Kiri Tengah.

Bupati Kampar Catur Sugeng Susanto diwakili Sekretaris Daerah H Yusri saat meninjau  fasislitas Puskesmas, Rabu (9/9/2020) lalu mengharapkan agar kepala desa dapat memberlakukan disiplin protokol kesehatan layaknya PSBB yang lalu. Dengan demikian masyarakatnya mempertahankan kebiasaan menggunakan masker dan mencuci tangan dengan sabun di air mengalir dan melakukan isolasi mandiri apabila setelah bepergian selama 14 hari, bahkan portal jaga desa dan relawan jaga desa diaktifkan kembali, harap Yusri.

“Aktifkan kembali relawan jaga Desa maupun kebiasaan disiplin seperti PSBB yang lalu, didata kembali masyarakat kita yang belum memiliki kartu apapun terkait layanan kesehatan ataupun bantuan lainnya bagi masyarakat terdampak Covid-19, agar jangan ada yang kelaparan.” ungkap Yusri

Kembali ke cerita Arul. Awalnya, kata Arul, salah seorang anggota keluarga di mana istrinya selama ini bekerja, dinyatakan positif Covid-19. Seperti biasa protokolnya adalah, petugas  menelusuri kontak pasien. Tentu saja istrinya yang selama ini bekerja membantu pekerjaan rumahan di sana menjadi kontak erat. Hasil swab test akhirnya memastikan TAR positif Covid-19.

Diakuinya bahwa istrinya memang tak konsisten memakai masker. Kadang ia pakai saat keluar, namun ketika bekerja di rumah tempat di mana ia sehari-hari memasak, mencuci dan lainnya, masker diabaikan. 

"Waktu itu memang istri saya batuk-batuk. Lalu pas di-tes swab ternyata dikatakan memang positif. Dua anak saya WY dan KY ternyata juga positif. Yang kecil alhamdulillah ndak apa-apa," tutur Arul. 

Arul yang saat itu dalam kondisi tanpa pekerjaan langsung down. Hatinya masygul, pikirannya kacau. Sudah terbayang di kepalanya kondisi seperti apa yang bakal ia hadapi hari-hari ke depan. Sejak corona menjadi pandemi yang melanda Riau, ia adalah salah satu korbannya. Ia diistirahatkan sebagai driver di perusahaan rental mobil, sewa bus pariwisata, airport transfer, penyewaan kendaraan dan pengemudi profesional. Setelah itu ia ke sana kemari, bekerja serabutan, demi membawa pulang uang, meski hasilnya sangat minim. Bahkan kadang-kadang pulang dengan tangan hampa.  

Kebutuhan sehari-hari di rumah pun disokong istrinya yang bekerja membantu pekerjaan rumahan di sebuah keluarga di daerah Siak Hulu, Kampar.

"Kami juga buat kue-kue. Ada pesanan kami kerjakan. Alhamdulillah bisalah bantu-bantu," ucapnya.  

Musibah besar - karena menjadi isu bersamaan di planet bumi -- Covid-19 menimpa tiga anggota keluarganya, menghentikan sama sekali kegiatan mereka. Hari-hari di minggu pertama isolasi, Arul tak bisa tenang. Pikirannya terpecah. Di rumah ia harus menjaga satu anaknya yang masih balita dan ibu mertuanya yang sudah sangat tua. Sementara ia tak bisa melepaskan pikirannya dari istri dan dua anaknya yang tengah menjalani isolasi.

TAR menceritakan bagaimana dirinya menjalani isolasi di Sungai Pagar. Di samping menjalani prosedur isolasi untuk dirinya sendiri, di saat bersamaan ia juga terus memikirkan dua anaknya di tempat yang sama. Tak mudah menghadapi kondisi seperti yang dialami TAR. Untungnya, TAR dan dua anaknya tak mengalami kondisi kesehatan yang parah seperti sesak nafas, indra pengecap hilang, dan lemas.

"Selama menjalani perawatan kami rutin mengkonsumsi obat dan vitamin. Juga makan buah dan sayur. Berjemur matahari setiap pagi. Tapi alhamdulillah kami tak sampai mengalami sesak nafas seperti yang saya baca di berita-berita. ALhamdlilah kami baik-baik saja," tutur TAR seperti diceritakan kembali oleh Arul. 

Arul sendiri berulang kali bolak-bolak ke tempat isolasi orang-orang yang sangat dicintainya itu  di Sungai Pagar. Kadang membawakan bekal pakaian atau sekadar melepas rindu pada orang-orang yang dicintainya. Ia merasakan corona telah membuat cintanya terisolasi. Tiap malam merindukan mereka, berkumpul seperti biasa.

"Kadang malam hujan-hujan saya datang ke tempat isolasi, melihat mereka," ucap Arul. 

Kini, setelah masa-masa isolasi berakhir, keluarga ini tak serta merta lepas dari masalah. Bahkan menurut Arul, saat ini ia justru sangat risau menghadapi hari-hari setelah anak dan istrinya pulang dari isolasi. Kini ia harus menahan hati dari kesedihan. Betapa tidak, tetangga yang selama ini dekat berbaur dengannya, kini menghindar. Warga pun takut berdekatan, apalagi bertandang atau didatangi. Ancaman virus corona membuat orang-orang sekitar menutup diri, meski bukan memusuhi.

Arul memaklumi sikap tetangganya. Covid-19 membuat orang takut ketularan dari mantan pasien positif. Hanya saja ia heran, banyak orang takut corona namun tetap enggan mematuhi protokol kesehatan, tidak mengenakan masker. "Harusnya makin patuh," ujar Arul. 

Hari ini, kata Arul ia sudah berleliling Kota Pekanbaru. Ia mencoba menghubungi orang-orang yang dikenalnya, kalau-kalau ada pekerjaan untuknya. Namun, burai keringatnya dan erang sepeda motornya tak membuahkan hasil. Ia gigit jari. 

Sebelum musibah Covid-19 menimpa keluarganya, kata Arul, ia dan istrinya masih bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari, meski kadang tak lancar juga. namun kini, setelah dikonfirmasi Covid-19, lalu diisolasi, dan kini telah kembali pulang, ia harus memutar otak bagaimana caranya mendapatkan uang. 

Dulu istrinya masih sering mendapat pesanan membuat kue-kue untuk acara atau pesta. "Sekarang tak ada sama sekali. Orang-orang takut," keluhnya. Terdengar nada kekecewaan dari suaranya yang parau. 

"Ada memang dapat bantuan sembako dari RW. Tapi hanya sekali saja," ujarnya.

Diakuinya, sejak beberapa hari pasca kepulangan anak dan istrinya dari isolasi, semangatnya kembali bangkit. Ia mengaku jika bersama-sama dengan istri dan anaknya ada di rumah, semua upaya bisa dicoba. Kini ia berencana kembali membuat kue-kue untuk dijual. Walaupun ia belum tahu hendak dijual kemana, karena kue bikinan istrinya tentu tak bisa berhari-hari terbiar bila tak laku. Ia juga berharap masyarakat tidak serta merta menutup diri dari interaksi dengan ia dan keluarganya. 

"Doakan, mudah-mudahan kehidupan kami kembali normal," katanya di akhir pembincangan. Arul meneguk sisa kopi. Mencoba mengulas senyum meski terasa pahit, lalu pamit. ***



Baca Juga