Polemik Perjalanan Dinas Dewan, Ini Tips Efektif Mantan Aleg PKS Muhammad Fadri AR

  • Selasa, 29 Oktober 2019 - 09:20 WIB


KORANMX.COM, PEKANBARU -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum lama ini memperingatkan anggota legislatif (aleg) di DPRD di Riau agar tidak menjadikan uang perjalanan sebagai sumber penghasilan.

Warning tersebut dikeluarkan saat Koordinator Wilayah II Sumatra Korsupgah KPK Abdul Haris saat melakukan evaluasi dan audiensi dengan Dewan di DPRD Riau, Agustus lalu, setelah sebelumnya Kementerian Keuangan menyorot adanya perbedaan dalam penetapan anggaran perjalanan dinas antara Peraturan Menteri Keuangan dan daerah di Riau termasuk kabupaten/kota.


Abdul Haris menginatkan, uang perjalanan dinas harus sesuai  peruntukannya dan mesti efektif.


"Intinya perjalanan dinas jangan dijadikan sumber penghasilan," ujarnya.

BERITA TERKAIT

Cabut Rekomendasi Kunker DPRD Riau


Mengenai adanya perbedaan aturan untuk biaya perjalanan dinas pejabat pada Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) dan peraturan daerah (Perda) atau peraturan gubernur (Pergub) di Riau. ia menyebut akan menjalin diskusi dengan pihak eksekutif dan legislatif di Riau.

"Kami akan diskusikan seperti apa aturannya. Kalau ada perbedaan harus disesuaikan dengan aturan yang ada," ujar Abdul Haris.

 

Pengalaman mantan Aleg PKS

Mantan anggota lesgislatif DPRD Kota Pekanbaru dua periode dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muhammad Fadri AR mempunyai cara tersendiri bagaimana mengefektifkan uang perjalanan dinas dan pekerjaan hingga tidak terjadi pemborosan uang maupun waktu.

Diceritakannya, saat 10 tahun jadi Aleg, setiap keluar kota atau kunjungan kerja, maka setiap harinya ia dan koleganya di dewan diberikan uang harian yang menurutnya sangat besar.

"Terakhir di tahun 2014, sekitar Rp2,5 sampai 3 juta perhari diBluar transport udara. Di mana setiap kali perjalanan dinas bisa 3-6 hari. Sehingga jika dikali jumlah hari bisa dibayangkan berapa yang akan dibawa pulang," tuturnya lewat linimasa Facebook, Senin (28/10/2019).

Namun kata Fadri, ia punya kode etik sendiri, yakni rata-rata ia hanya berangkat 3 hari di mana sisa kelebihan hari tak dia ambil.

"Sehingga uang perjalanan dinas kembali ke kas daerah," ujarnya.

Setiap perjalanan dinas, aleg yang termasuk keukeuh memperjuangkan nasib honorer K2 dulu ini punya skedul.

Hari pertama, ia tetap masuk kantor melayani rakyat dan mengambil last flight pada malam hari. Sehingga masih bisa memanfaatkan waktu efektif hari pertama. "Dari pada santai di hotel atau sekadar jalan-jalan di kota tujuan tersebut," ungkapnya.

Hari kedua mengadakan pertemuan. Kemudian usai pertemuan, malamnya ia sempatkan beli oleh-oleh untuk anak dan istri atau lainnya. "Jika sempat," ulasnya.

Begitu pun di hari ketiga, ia tetap memperhitungkan efektivitas waktu. Ia lebih memilih mengambil penerbangan paling pagi. "Agar setengah hari saya masih bisa masuk kantor menerima aspirasi warga dan sebagainya," kata mantan Ketua Komisi III DPRD Kota Pekanbaru yang salah satunya membidangi pendidikan.

Yang cukup mengherankan selama sepuluh tahun berdinas menjadi wakil rakyat, Fadri tidak pernah mengambil  perjalanan dinas luar negeri yang jamak dikenal dengan istilah studi banding. Sekalipun dana lumpsumnya sangat banyak. Karena menurutnya selain jumlah hari rata-rata 10 sampai 14 hari terlalu lama meninggalkan anak-istri, ia tak merasa ada rival lagi di DPRD yang berani mendebat dan membantah saya serta uji berani idealis membangun kota selain sesama Fraksi.

"Sehingga menurut saya mubazir jika tambah ilmu lagi. Toh via internet bisa di-update," katanya.

Ia juga mengaku perjalanan dinas yang ia lalukan jarang sekali yang sampai 5-7 hari.

"Bagi saya bersama anak-istri adalah surga di dunia. Harus ada alasan atau kewajiban di atas itu yang menomorberikutkannya," tandasnya. ***



Baca Juga