Tak Terima Disebut Drakula, Gubernur Lapor Polisi

  • Senin, 21 Juni 2021 - 21:56 WIB


KLIKMX.COM, PEKANBARU --Aksi puluhan orang yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Penyelamat Uang Negara (AMPUN) Riau belum lama ini, berbuntut panjang. Mereka diadukan ke polisi terkait penghinaan terhadap orang nomor satu di Provinsi Riau.

Adalah Syamsuar, selaku Gubernur Riau yang mengadukan hal itu ke Polda Riau, Senin (21/6/2021). Laporan pengaduan disampaikan Syamsuar melalui tim penasehat hukumnya yang diketuai Alhendri Tanjung SH.


"Pak Gubernur Riau secara pribadi mengajukan pengaduan ke Polda Riau. Ini terkait kerugian yang dialaminya soal penghinaan yang merugikan martabatnya, baik secara pribadi maupun jabatannya sebagai Gubernur Riau," ujar Alhendri saat ditemui awak media.


Demo massa AMPUN Riau itu digelar di Kantor Kejaksaaan Tinggi (Kejati) Riau, Senin (2/6/2021) lalu. Saat itu, pendemo mendesak Korps Adhyaksa Riau untuk segera memeriksa Syamsuar terkait dugaan korupsi bantuan dana hibah dan bantuan sosial di Kabupaten Siak tahun 2014-2019. Dimana saat itu, Syamsuar adalah Bupati di Negeri Istana tersebut.

Dalam aksinya, pendemo membawa sejumlah atribut berupa spanduk. Di antaranya, bertuliskan "Tangkap Gubernur Drakula..!!!" disertai karikatur. Selain itu juga ada spanduk bertuliskan, "Sekda dipenjara, raja tega tertawa".

Aksi itu dipimpin Al-Qudri selaku Koordinator Umum (Kordum) dari AMPUN Riau.


"Spanduk itu berwajah karikatur Pak Gubernur, wajah Pak Syamsuar. Lalu ada tulisan yang menyebut Gubernur Drakula," tutur Alhendri.

Menurut dia, dalam setiap aksi untuk rasa yang dilakukan oleh kelompok masyarakat, harus dilakukan dengan tertib. Peserta aksi harus bisa menghormati aturan moral, yang mengacu pada adat istiadat, sopan santun, dan etika yang berlaku di daerah tersebut.

Apalagi, kata dia, para pengujuk rasa menyamakan sosok drakula yang merupakan tokoh fiktif yang digambarkan sebagai penghisap darah yang sadis dan bertindak di luar perikemanusiaan, dengan Syamsuar. 

"Tuduhannya sangat sadis itu. Konotasinya ini negatif," terangnya.

Meskipun telah membuat pengaduan, Alhendri meyakini Syamsuar tetap membuka pintu maaf bagi para pendemo, jika mereka meminta maaf. Namun hingga saat ini, belum ada iktikad baik dari massa AMPUN Riau.

"Kalau soal Pak Syamsuar memaafkan, itu kan kita belum tahu. Apakah pihak yang diadukan ini (meminta maaf), juga kita belum tahu," sebut dia.

"Tetapi di luar itu, saya pikir beliau (Syamsuar) cukup lapang dada. Orangnya berpikir lapang, beralam luas. Bisa saja terjadi. Soal maaf memaafkan itu, beliau cukup lapang dada saya lihat," sambung Alhendri Tanjung.

Nilai Gubri Anti Kritik 

Terpisah, Al Qudri mengaku baru mengetahui adanya pengaduan dari pemimpin di Provinsi Riau itu. Menurutnya, hal tersebut sesuatu yang wajar jika Syamsuar menempuh upaya hukum.

"Sah-sah saja jika Pak Gubernur melakukan itu (menyampaikan laporan pengaduan ke polisi)," ujar Kordum AMPUN Riau itu.

Dengan adanya pengaduan itu, dilanjutkan Al Qudri, pihaknya menilai jika mantan Bupati Siak dua periode itu anti kritik. Hal ini, sebutnya, tidak sesuai dengan budaya demokrasi di negeri ini.

"Ini membuktikan bahwa Pak Gubernur Syamsuar adalah gubernur anti kritik yang sebagaimana budaya kritik sangat biasa di negara demokrasi ini. Pak Presiden Jokowi saja yang notabenenya sebagai kepala negara, juga tak terhitung sering dikritik," terang dia.

"Jika memang Pak Gubernur Syamsuar merasa bersih dan tidak bersalah, mengapa harus takut dan kalang kabut," sambungnya.

Untuk diketahui, dalam aksinya kala itu, massa AMPUN Riau menyoroti soal kasus dugaan korupsi bantuan dana hibah dan bantuan sosial (bansos) di Kabupaten Siak tahun 2014-2019.

Kordum AMPUN Riau, Al Qudri menerangkan, Kejati Riau dinilai lamban menyelesaikan pengusutan dugaan korupsi yang telah merugikan rakyat tersebut.

"Padahal Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor PRINT-09/L.4/Fd.1/09/2020, sudah ditandangani langsung oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Riau, tertanggal 29 September 2020," kata dia kala itu.

Menurut data yang mereka peroleh, Kejati Riau mengusut sejumlah dugaan korupsi di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Siak.

Pada 22 Desember 2020, Jaksa memeriksa dan langsung melakukan penahanan terhadap Yan Prana Jaya Indra Rasyid yang saat itu menjabat Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau. 

Dalam kasus dugaan korupsi anggaran rutin di Bappeda Siak itu, Yan Prana menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah  (Bappeda) Kabupaten Siak.

Awalnya disebutkan Al Qudri, pihaknya gembira dan mengapresiasi kinerja Kejati Riau. Penahanan Yan Prana Jaya dalam pemahaman mereka, terkait kasus dana bansos Siak.

"Masyarakat Riau ternyata kemudian seperti terkena prank atau drama penegakan hukum. Yan Prana rupanya ditangkap karena skandal korupsi anggaran rutin Bappeda Siak tahun 2013-2017 Siak Rp 2,8 miliar, bukan kasus dana bansos," sebut Al Qudri.

Dia menduga, dalam hal ini ada kesan bahwa penahanan terhadap Yan Prana sebagai strategi untuk melindungi Gubernur Syamsuar dari jeratan hukum. 

"Untuk memulihkan kepercayaan publik, kami mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi Riau, Jaja Subagja, agar serius dan konsisten menangani kasus dugaan korupsi Bansos Siak Rp56,7 miliar," kata dia.

"Kami mendukung Jaksa segera memeriksa Gubernur Riau, Syamsuar. Kejati tidak perlu takut," imbuhnya lagi.

Aksi massa AMPUN Riau ini tidak berlangsung lama. Tidak ada satupun perwakilan Kejati Riau menemui pendemo untuk memberikan tanggapan. Massa akhirnya dibubarkan oleh pihak kepolisian.***



Baca Juga