Laporan KDRT Disebut Kadaluarsa, IRT Ngadu ke Dinas PPA

  • Selasa, 07 Maret 2023 - 22:16 WIB


KLIKMX.COM, PEKANBARU - Dinas Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana  (P3AP2KB) Provinsi Riau menggelar konferensi pers laporan Ibu Rumah Tangga (IRT) muda inisial Vn, yang laporannya diklaim telah kadaluarsa di Polsek Mandau, Selasa (7/3) di Jalan Pepaya, Pekanbaru.

Gelar perkara ini dihadiri langsung Vn dan keluarganya, Kapolres Bengkalis AKBP Bimo dan Kapolsek Mandau Kompol Khairul, penyidiknya serta Komnasham Bengkalis.


Gelar perkara dibuka langsung Hj Fariza SH MH selaku Kepala Dinas Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana  P3AP2KB Provinsi Riau.


Usai membuka gelar perkara, Kapolres Bengkalis AKBP Setyo Bimo Anggoro SH SIK, dipersilakan memberikan keterangannya.

Bimo sapaan akrabnya menjelaskan, Polsek Mandau jajarannya telah berusaha maksimal menuntaskan laporan korban. Namun, penyelesaiannya terkendala pernyataan Jaksa Penuntut Umum (JPU), bahwa perkara KDRT tersebut telah kadaluarsa.

"Intinya Polsek Mandau sudah berupaya maksimal menuntaskan perkara ini, namun JPU menyatakan kasusnya sudah kadaluarsa," sebut Bimo.


Lebih jauh disampaikan Bimo, bahwa perkara ini awalnya sangat kurang bukti saat dilaporkan. Di mana, korban saat melapor hanya membawa bukti foto dan video adanya dugaan penganiayaan yang dilakukan Mr, suami dari Vn.

"Bukti foto, video digital yang diberikan korban saat datang melapor ke Polsek Mandau, tidak bisa dipastikan alsi. Sehingga penyidik tidak melihat kekerasan fisik, karena bukti kekerasan sudah sembuh," ulas Bimo.

Karena itu, sebagai bentuk pelayanan masyarakat di Polsek Mandau, penyidik lalu mendalami kekerasan psikis, untuk memastikan ada dampak KDRT ini yang dirasakan korban.

"Karena kami berempati terhadap korban. Untuk memastikan itu, kami mengarahkan korban melakukan pemeriksaan secara psikis, bagaimana dampak KDRT yang dirasakan korban bisa dibuktikan," jelas Bimo.

Bimo menceritakan, pihaknya lalu melakukan proses pemeriksaan psikolog terhadap korban pada tanggal 14 September 2022 dan hasil keluar 22 September.

Sedangkan, untuk hasilnya suratnya diterima pada tanggal 26 September. Lalu, satu hari kemudian diterbitkan laporan kekerasan psikis.

"Kami lalu menetapkan Mr sebagai tersangka, kemudian melengkapi berkas dan menyerahkan ke Jaksa Penuntut Umum. Namun, balasannya kami menerima berkas P19, dengan alasan dari kejaksaan perkaranya kadaluarsa sesuai pasal 74," kata Bimo.

Gelar Perkara

Selanjutnya, pihaknya kembali memproses perkaranya di Polda dengan melakukan gelar perkara. Hasilnya, sama sesuai Yuridis Formil pada Pasal 109 KUHPidana, perkara korban tidak bisa ditindaklanjuti.

"Kami sudah berupaya tapi aturan demi hukum. Aturan penyelidikan ini terkendala Yuridis formil. Demi hukum kami tidak bisa berbuat banyak, karena JPU juga memutuskan perkara tidak bisa dilanjutkan," ungkap Bimo.

Sementara itu menurut penasehat hukum Vn, Bayu Syahputra SH  dari perwakilan Organisasi Bantuan Hukum Yayasan Pemuda Sahabat Hukum, mengatakan, yang membedakan pengajuan dan laporan itu apa dari pihak kepolisian? 

Lanjut Bayu, pihak kepolisian atau pihak kejaksaan yang disampaikan oleh Pak Kapolres tadi adalah menentukan waktu kadaluarsa itu menghitung dari waktu kejadian ke waktu laporan, bukan pengaduan.  

Itu juga dijelaskan bahwasanya tadi ada perdebatan antara pihak kepolisian dan rekan-rekannya.

"Kita menjelaskan di dalam undang-undang itu kan itu pengaduan bukan laporan. Bentuk kadaluarsa enam bulan itu. Jadi kalau misalnya dibilang kita ini yang kaluarsa dalam laporan kita, kan udah mengadukan, yang tidak menerima laporan itu kan kepolisian," sebut Bayu.

Bayu mengatakan, bukan pihaknya yang menentukan itu aduan atau laporan di tingkat kepolisian. Maka, kalau memang menghitungnya dari laporan harus dijelaskan ke korban seperti yang disampaikan Vn, kalau lama dikasih tahu korban kalau misalnya lama proses ini kadaluarsa. 

Sementara sampai terakhir di tanggal 7 Januari, penyidik memberikan SPD2HP terkait daluarsa. Kemudian, saat penyidik dijumpai malah menjelaskan ini bukan karena daluarsa tetapi karena bukti kurang.

Prosesnya, penyidik meminta Vn agar dirawat di Rumah Sakit Jiwa, tetapi menurut hemat kami yang bisa membuktikan terkait pengaduan atau laporan itu adalah pengadilan yang menjelaskan yakni ahli pidana.

Karena itu, untuk mengetahui hal itu, pihaknya harus menempuh praperadilan. Sehingga, pihak kepolisian yang sudah menutup kasus ini, maka kami tidak berbuat apa-apa.

"Kalau bukti-bukti KDRT sudah cukup sehingga suami Vn jadi tersangka dan berkas sudah diserahkan ke jaksa. Itulah bentuk kinerja polisi, tetapi sekarang yang kurang adalah waktu, kita dimainkan oleh waktu," ucap Bayu. 

Bayu menegaskan, bahwa permasalahan yang terjadi saat ini, bukan salah dari pihak Vn. Karena, korban melapor di bulan Juli bukan di bulan September.

"Intinya permasalahan ini dapat menjadi pembelajaran dengan masyarakat. Agar cepat-cepat melapor jika mengalami KDRT," pesan Bayu 

Untuk langkah selanjutnya, Bayu mengatakan, pihaknya akan melayangkan surat ke Polda Riau, untuk gelar perkara ulang.

"Kami akan mempertanyakan benar nggak ini daluarsa atau tidak?. Apa sih perhitungan dari laporan atau aduan?. Kalau memang ini jadinya kami ambil kami akan komunikasi dengan keluarga," ucap Bayu.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Riau, Hj Fariza SH MH mengatakan, pertemuan ini dilakukan agar para pihak bisa memberikan keterangan sejelas-jelasnya. Agar tidak ada lagi kecurigaan dan pertanyaan dari pihak korban yang selama ini belum terjawab.

"Dengan adanya gelar kasus ini kita harapkan tidak ada lagi prasangka-prasangka yang tidak enak," kata Fariza.

Meski kasus KDRT ini tidak bisa lagi dilanjutkan karena sudah kadaluarsa, namun pihaknya berjanji akan terus melakukan pendampingan. Sebab saat ini korban mengalami gangguan psikis akibat dugaan KDRT yang dilakukan oleh suaminya sendiri berinisial RM.

"Putusan sudah diputuskan oleh pihak yang berwewenang, itu sepenuhnya kami serahkan kepada pihak berwajib. Kita dari Dinas PPPA siap untuk melakukan pendampingan secara psikis, agar ibu VN ini bisa menjalankan aktivitasnya dengan rasa nyaman tanpa dihantui rasa ketakutan dan tertekan," katanya. 

Sebelumnya Polsek Mandau sesuai nomor SP.Tap/09/XI/2022/Reskrim, sudah menetapkan bahwa Mr yakni terlapor, sebagai tersangka.

Belakangan penanganan dihentikan, karena penyidik beralasan perkaranya tenggang waktu daluarsa. Sehingga Polsek Mandau menghentikan penyelidikan laporan sesuai surat bernomor B/230.d/I/2023/Reskrim. 

"Ini ada apa, sehingga saya dan tim kuasa hukum VN melaporkan tindakan yang dianggap cacat hukum tersebut ke pihak Propam Polda Riau," tegas Bayu.

Bayu menyampaikan, perkembangan terakhir dari Bid Propam Polda Riau. Penyidik kasus KDRT ini akan diperiksa.

Tanggapan Vn sendiri, dia tidak tahu lagi harus berbuat apa-apa memperjuangkan nasibnya yang sering mengalami kekerasan dari Mr.

"Saya tidak tahu lagi berbuat apa," aku Vn.

Vn menyampaikan dalam prosesnya, dia pernah dapat surat dari Polsek tanggal 30 November malam untuk dimintai keterangannya.

Karena mendadak tidak bisa, Vn mengaku tidak datang. Kemudian dapat lagi undangan di tanggal 1 Desember.

"Rupanya surat panggilan itu untuk mediasi dengan Mr, dan saya tidak mau karena dia sudah sering menganiaya saya. Saya sakit hati, karena dia mengatakan menikah dengannya karena hanya ingin hartanya saja," singkat Vn.

Vn berharap perkara KDRT yang dialaminya berujung, sehingga nasibnya sebagai wanita jelas.

"Harapan saya, nasib saya ini jelas dan hukum dapat memberikan keadilan," harap Vn.* 



Baca Juga