Obat Ivermectin Berbahaya, BPOM Tarik Produk Ivermax12 dari Peredaran
- Minggu, 04 Juli 2021 - 19:58 WIB
- Reporter : Hendra Nainggolan
- Redaktur : Raja Mirza

KLIKMX.COM, PEKANBARU --Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Pekanbaru, mengingatkan masyarakat, agar berhati-hati menggunakan Ivermectin. Karena saat ini penggunaan Ivermectin untuk indikasi Covid-19 hanya digunakan dalam kerangka uji klinik.
Kepala BPOM Pekanbaru, Yosef Dwi Irwan mengatakan, penggunaan Ivermectin hanya digunakan dalam kerangka uji klinik.
''Hal ini sejalan dengan telah diterbitkannya Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) terhadap Ivermectin yang telah dikeluarkan oleh Badan POM RI pada tanggal 28 Juni 2021,'' kata Yosef Jumat (2/7/2021).
Artinya, kata Yosef Dwi Irwan, saat ini Pemerintah terus melakukan langkah-langkah strategis dalam upaya menanggulangi pandemi Covid-19 yang dalam waktu 1 bulan terakhir mengalami peningkatan yang sangat signifikan.
Salah satu strategi yang diambil adalah untuk memastikan ketersediaan obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu untuk menghindarkan masyarakat dari penggunaan obat yang berisiko terhadap kesehatan.
''Sebagaimana rekomendasi dalam WHO Guideline for Covid-19 Treatment yang dipublikasikan pada 31 Maret 2021, serta pendapat dari Badan Otoritas Obat yang memiliki sistem regulatori yang baik seperti The United States Food and Drug Administration (US FDA) dan European Medicines Agency (EMA), bahwa Ivermectin untuk Covid-19 hanya dapat dipergunakan dalam kerangka uji klinik. Uji klinik ini diperlukan untuk memperoleh data yang valid bahwa obat ini memang signifikan dalam mengobati Covid-19,'' tutur Yosef, seperti disampaikan Kepala Badan POM RI.
Lebih jauh, jelas Yosef, saat ini uji klinik tengah dilakukan di 8 rumah sakit di Indonesia. Penggunaan Ivermectin di luar skema uji klinik, hanya dapat dilakukan apabila sesuai dengan hasil pemeriksaan dan diagnosa dari dokter.
''Jika dokter bermaksud memberikan Ivermectin kepada pasien, maka penggunaannya harus sesuai dengan protokol uji klinik yang disetujui,'' jelasnya.
Badan POM selalu menjaga agar mutu obat terjamin sepanjang product life cycle dengan memastikan mutu sebelum dan sesudah beredar melalui pemenuhan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) oleh industri farmasi dan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) oleh distributor, termasuk di sarana pelayanan kefarmasian.
Pengawalan Badan POM terhadap jaminan mutu obat dilakukan melalui pengawasan ke fasilitas produksi dan distribusi, untuk memastikan kepatuhan terhadap CPOB dan CDOB.
''Jika didapatkan ketidaksesuaian terhadap ketentuan CPOB dan CDOB pada mutu produk dan dapat membahayakan masyarakat, maka dapat dikenakan sanksi-sanksi kepada pelaku usaha sesuai peraturan perundang-undangan,'' terang Yosef.
Tak Sesuai Aspek
Yosef melanjutkan, membahas pengawasan Badan POM terhadap kegiatan pembuatan Ivermectin produksi PT Harsen dengan nama dagang Ivermax 12. Dimana dari hasil pengawasan, Badan POM menemukan bahwa obat tersebut diproduksi dan didistribusikan, dengan tidak memperhatikan aspek CPOB dan CDOB.
Yosef menguraikan, beberapa aspek yang tidak memenuhi ketentuan, antara lain penggunaan bahan baku Ivermectin, dengan pemasukan yang tidak melalui jalur resmi.
Lalu, ditemukan cara pendistribusian obat Ivermax 12 tidak dalam kemasan siap edar.
Temuan lainnya, pendistribusikan obat Ivermax 12 tidak melalui jalur distribusi resmi, mencantumkan masa kedaluarsa Ivermax 12 tidak sesuai dengan yang telah disetujui oleh Badan POM.
''BPOM mengharuskan obat ini dibuat kadaluarsa 12 bulan setelah tanggal produksi. Namun pihak perusahaan mencantumkan 2 tahun setelah tanggal produksi,'' jelas Yosef.
Artinya, perusahaan tersebut juga mengedarkan obat yang belum dilakukan pemastian mutu dari produk. Kemudian, melakukan kegiatan promosi yang tidak sesuai ketentuan yaitu tidak obyektif, tidak lengkap, dan menyesatkan.
Yosef mencontoh iklan obat Ivermectin yang mencantumkan indikasi untuk pengobatan Covid-19, dapat menyesatkan masyarakat karena belum ada uji klinis dan persetujuan dari Badan POM untuk indikasi tersebut.
Karena itu, BPOM akan terus mengedepankan pembinaan kepada Industri Farmasi dalam memenuhi ketentuan CPOB dan CDOB, dengan melakukan inspeksi dan meminta Industri Farmasi melakukan perbaikan terhadap temuan-temuan ketidaksesuaian dengan standar.
''Namun jika pembinaan yang dilakukan Badan POM itu tidak dipatuhi oleh Industri Farmasi. Maka akan dilakukan peringatan keras berupa penghentian sementara produksi sampai kepada pencabutan Izin edar,'' tegas Yosef.
Mengingat pelanggaran yang dilakukan berpotensi untuk membahayakan masyarakat. Dalam hal ini, PT Harsen maupun industri farmasi yang melanggar ketentuan dalam proses produksi, maupun distribusinya, dapat dikenakan sanksi berupa sanksi administratif sampai dengan sanksi pidana.
''Sanksi yang diberikan saat ini kepada PT Harsen berupa penghentian sementara kegiatan produksi dan penarikan produk Ivermax 12 dari peredaran,'' tegas Yosef.
Karena itu, Badan POM Pekanbaru akan turut terus memantau pelaksanaan dan menindaklanjuti hasil uji klinik, serta melakukan update informasi, terkait penggunaan obat Ivermectin untuk pengobatan Covidl-19, melalui komunikasi dengan WHO dan badan otoritas obat negara lain.
Demi keselamatan masyarakat, Yosef juga mengimbau agar masyarakat bijak, pintar, dan hati-hati dalam mengkonsumsi obat-obatan yang akan digunakan dalam pengobatan Covid-19.
Atas temuan ini, Badan POM BPOM akan senantiasa memberikan edukasi, yang sesuai kepada masyarakat mengenai penggunaan Ivermectin. Karena terdapat iklan yang tidak sesuai ketentuan, yaitu tidak objektif, lengkap, dan menyesatkan.
''Sebagai contoh adalah iklan obat Ivermectin yang mencantumkan indikasi untuk pengobatan Covid-19 dapat menyesatkan masyarakat karena belum ada uji klinis dan persetujuan dari Badan POM untuk indikasi tersebut,'' kata Kepala BPOM.
Artinya, jelas Yosef, promosi obat keras hanya diperbolehkan melalui media Kesehatan. Masyarakat juga harus memahami bahwa obat keras harus diperoleh dengan resep dokter, yang didapatkan melalui konsultasi kepada dokter baik secara langsung maupun melalui telemedicine.
''Pembelian obat keras harus dilakukan disarana pelayanan kefarmasian yang memenuhi kaidah CDOB dan diserahkan oleh Apoteker sesuai dengan ketentuan,'' pungkas Kepala Badan POM.
Resiko Kesehatan
Dengan adanya hasil pengujian BPOM pusat ini, Yosef berharap media dapat menginformasikan kepada masyarakat Riau agar tidak terjadi penggunaaan yang salah terkait Ivermectin ini.
''Kalau tidak sesuai anjuran dokter penggunaannya tentunya dapat beresiko pada kesehatan,'' sebut Yosef.
Yosef juga meminta, apabila menemukan ada sarana pelayanan kefarmasian yang menjual Ivermectine yang tak sesuai ketentuan, untuk segera dilaporkan.
''Karena obat ini masuk dalam kategori obat keras yang harus berdasarkan resep dokter untuk memperolehnya, termasuk jika melihat ada penjualan obat Ivermectin secara online / daring di wilayah Riau untuk dapat disampaikan kepada kami agar kami tindaklanjuti,'' pungkasnya.***