Tak Tahu Siapa Ayah Anakku

  • Sabtu, 22 April 2017 - 15:59 WIB


NAMAKU sebut saja Nina. Aku tinggal di sebuah kota kecil di selatan Jawa Barat. Aku hidup dalam sebuah keluarga yang bisa dibilang sangat otoriter.


Ayahku seorang perwira menengah kepolisian, sehingga beliau mendidik anak-anaknya dengan sangat tegas dan keras. Beliau juga berharap bila kami sudah besar nanti, kami bisa menjadi abdi negara seperti dirinya.



Namun sayang Tuhan lebih dulu memanggilnya saat aku masih berumur tujuh tahun. Sejak ditinggal ayah, aku besar dan tumbuh dalam didikan ibu. Terus terang saja di antara anak-anaknya yang lain aku paling dimanja, mungkin karena aku anak perempuan satu-satunya yang dimiliki ibu.



Di rumah aku dikenal sangat pendiam, terlihat alim dan tidak suka berbuat yang aneh-aneh, sehingga ibu tidak banyak memproteksi kegiatan-kegiatanku. Padahal, di luar rumah, aku sama seperti anak-anak lain.
Saat puber dan mulai jatuh cinta, aku juga berkencan dengan pria idamanku. Tapi untuk menjaga citraku yang baik di hadapan ibu, aku tumbuh dalam sikap kepura-puraan. Di depan kakak-kakakku, aku selalu bersikap seolah aku anti pacaran, padahal kenyataan sesungguhnya aku gemar sekali berganti-ganti pasangan.


Entah mengapa, aku lebih menyukai sosok pria yang usianya jauh lebih tua dariku. mungkin karena aku merindukan figur ayah yang tak lagi kumiliki sejak aku masih kecil, karena beberapa kali dekat dengan pria yang sudah matang, aku pun jadi lebih cepat dewasa.
Tubuhku yang bongsor membuat orang mengira aku berumur jauh lebih dewasa. Suatu hari, ketika aku dan ibu mengantar makanan untuk kakakku yang sedang menjalani pendidikan polisi, aku berkenalan dengan komandannya.


Karena seringnya mengunjungi kakak, akupun jadi dekat dengan komandan kakakku itu. Sebut jaja namannya Hari, sosoknya penuh kharisma dan tampan. Sejak awal bertemu aku sudah jatuh cinta padanya.



Sampai-sampai aku tidak memperdulikan statusnya yang telah beristri. Apalagi Hari bercerita bahwa ia ingin beristri lagi, karena sampai saat ini ia tidak memiliki anak dari pernikahannya itu.


Aku merasa cintaku tidak bertepuk sebelah tangan, dan aku punya harapan besar padanya, karena dia menginginkan anak dariku dan hubungan kami pun semakin dekat. Tentu saja kami harus mencari seribu alasan pada keluarga kami masing-masing agar kami bisa lebih sering berdua.


Karena perasaanku yang begitu dalam, aku tak berpikir panjang lagi ketika Hari mencumbuku dan membawaku pada puncak kenikmatan duniawi, apalagi Hari berjanji padaku bahwa saat aku hamil ia akan menikahiku.


Setelah berkali-kali berhubungan badan dan berbulan-bulan menanti, aku tak kunjung hamil. Perasaanku mulai cemas, terlebih ketika Hari mulai menjauhiku. Diam-diam aku mendatangi kantor Hari.


Ternyata hal itu membuatnya marah besar. Hari lalu memintaku untuk tidak lagi menemuinya, dan sejak saat itu aku tak pernah bertemu ia lagi. Kudengar dari temannya, Hari meminta dipindah tugaskan kekota lain.


Sejak perpisahan yang menyakitkan itu, aku benar-benar merasa sangat kehilangan semangat hidup. Dan saat itu timbul rasa dendamku terhadap semua laki-laki dan aku berniat menghancurkan kehidupan mereka.


Dengan menjadi perempuan panggilan mungkin dendamku terhadap laki-laki akan terbalaskan. Setelah sekian bulan menjadi perempuan panggilan, akhirnya aku merasa ada yang berubah dengan tubuhku, hampir tiga bulan aku tak mendapat tamu bulanan.
Aku sedikit takut karena aku memang tak selalu menggunakan alat kontrasepsi saat aku berhubungan badan dan untuk menghalangkan keraguan, aku melakukan tes dengan alat deteksi kehamilan dan ternyata aku memang benar-benar hamil.


Seketika itu juga tubuhku lemas tak berdaya. Aku tak tahu harus kepada siapa aku meminta pertanggung jawaban atas kehamilan ini, karena begitu banyak laki-laki yang pernah bersetubuh denganku.


Sejak hamil, aku tak berani keluar rumah, sehingga tak satupun teman dan tetangga yang mengetahui keadaanku. Kakak-kakakku yang selama ini menganggapku sebagai anak yang baik, penurut dan alim, sangat kecewa padaku.


Ibu, meski tak memperlihatkannya, ia pasti sangat kecewa dan terpukul. Aku yakin siapapun yang mengetahui kisahku ini pasti akan mengutukku. Saat ini yang membuatku kuat hanyalah anakku yang sedang di dalam kandungan.


Singakt cerita anakku lahir dengan selamat, tubuhnya montok, kulitnya putih sepertiku. Dia sangat tampan, yang menjadi pikiranku saat ini adalah bagaimana aku bisa menghidupinya. Setelah sadar dengan apa yang kulakukan selama ini, aku justru kesulitan dalam mencari pekerjaan.


Usiaku saat ini hampir mencapai 30 tahun, untuk berkerja dipabrik aku sudah terlalu tua. Apalagi aku tidak punya keterampilan apapun. Aku berharap ada yang mau menolongku atau paling tidak memberiku saran. Aku tahu masa laluku hitam, namun aku masih berharap ada sekelumit harap untukku dan anakku.
***

 



Baca Juga