Satu Ditahan, Satu Hirup Udara Bebas

Arif Budiman: Kerugian Rp28 Milliar, Diganti 3 Milliar

  • Selasa, 29 Juni 2021 - 20:56 WIB


KLIKMX.COM, PEKANBARU--Penetapan IOG mantan Manager Bisnis Komersial Bank Jabar-Banten (BJB) Cabang Pekanbaru sebagai tersangka, dan dilakukan penahanan tidak memuaskan, Arif Budiman sebagai korbannya. Faktornya, karena masih ada satu tersangka mennghirup udara bebas, yakni TDC.

Selain itu, Arif juga merasa pihak Bank Jabar-Banten (BJB) Cabang Pekanbaru. Dalam hal ini tidak melindungi dana nasabah, karena dari kerugian Rp32 milliar. Pihak bank hanya bersedia mengganti Rp3,025 miliar.


Artinya, Arif berharap penyidik terus mendalami kasus yang merugikannya puluhan milliar ini. Karena direksi Bank terkesan main-main dan tidak melindungi nasabahnya.


Kemudian, Arif juga meminta penyidik menahan TDC. Karena peranannya yang cukup tampak dalam penggelapan dana miliaran rupiah ini.

''Masa hanya satu tersangka, yang ditahan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus. Sedangkan penyidik mengetahui TDC dalam perkara ini mengetahui apa yang dilakukannya itu salah. Dengan meniru tanda tangan saya,'' kata Arif Budiman, didampingi penasehat hukumnya, Alfian, Senin (28/6/2021) sore.

Kekecewaan Arif lainnya, ia respon pihak Bank BJB tidak melindungi nasabahnya. Karena, atas kasus yang telah terjadi, ia hanya mendapatkan uang ganti rugi dari total Rp28 milliar kerugian yang seharusnya diterimanya.


''Saya kecewa, pihak bank lepas tangan dan hanya bersedia mengganti sebesar Rp3,025 miliar,'' ketus Arif Budiman. 

Atas respon pihak BJB ini. Lantas, Arif pun menempuh jalur hukum dengan melaporkan dugaan tindak perbankan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau pada Desember 2019 lalu. 

Hasil penyelidikan, penyidik mendapatkan dua tersangka yakni Tarry Dwi Cahya selaku teller. Kemudian Indra Osmer Gunawan Hutahuruk, mantan Manager Bisnis Consumer BJB Cabang Pekanbaru yang dilakukan beberapa waktu lalu. 

Dalam keterangannya, saat menggelar konferensi pers. Kabid Humas, Kombes Sunarto mengatakan, penahanan Indra atau IOG karena dikuatirkan yang bersangkutan melarikan diri, merusak/menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatan. Namun, penanganan berbeda dirasakan tersangka Tarry dengan alasan teller tersebut koorperatif.

''Tarry ini kooperatif dan saat ini masih bekerja di BJB. Kemudian dia memiliki anak kecil yang masih butuh perawatan ibunya,'' jelas Kombes Narto, kemarin, saat menggelar konferensi pers.

Sebelum terbelit masalah dengan Bank BJB. Arif mengatakan, mulai menjadi nasabah BJB di tahun 2011 lalu. Karena memiliki kredit modal kerja terhadap untuk beberapa perusahaan milik. 

''Tiap perusahaan memiliki limit kredit sebesar Rp5 miliar. Kredit modal kerja saya 2011-2014 lancar, setiap ada uang masuk dilakukan pemotongan,'' terang Arif Budiman. 

Kecurigaan Arif diakuinya terasa pada tahun 2015 lalu. Karena dari beberapa kredit modal kerjanya yang telah dimasukkan, tenyata belum dibayarkan. 

Setelahnya, saat di konfirmasi ke Indra Osmer Gunawan Hutahuruk. Pria yang berstatus sebagai Manager Bisnis Consumer BJB Cabang Pekanbaru mengatakan, karyawan di lapangan tidak becus bekerja. 

''Kecurigaan saya ini mulai di bulan Januari 2015. Saat itu saya meminta diambilkan uang Rp130 juta. Dan Indra bisa ambil uang tanpa tanda tangan saya. Artinya, mereka bisa mencarian tanpa tanda tangan saya,'' tutur Arif. 

Diluar itu, ''mereka'' sebut Arif juga pernah mencairkan uang miliknya melalui cek sekitar Rp6 miliar, tanpa sepengetahuannya. 

''Artinya dari fakta-fakta yang ada, begitu gampang mereka mengotak atik tabungan nasabah,'' ketus Arif.

Sesuai hitung-hitungannya, jumlah uang miliknya yang hilang di BJB Cabang Pekanbaru adalah sekitar Rp28 miliar. Dengan dilakukan sebanyak 56 kali transaksi, baik melalui cek ataupun rekening giro. 

'Setiap pencairan ada pemalsuan tanda tangannya oleh TDC atas perintah IOG. Rp28 miliar itu, hitungan berdasarkan semua pekerjaan dari SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana, red),'' jelas Arif.

Setelah peristiwa itu, saat ini Arif mengaku memiliki tanggungan kredit sebesar Rp12 milar di bank daerah Jawa Barat itu atas ulah Indra Oesman dan Tarry Dwi Cahya. 

Karena itu, atas apa yang terjadi. Arif menegaskan, ada pihak lain yang turut terlibat dalam kasus dugaan tindak pidana perbankan di BJB Cabang Pekanbaru tersebut.

''Ya kalau begini nasib saya. Maka patut diduga kasus ini tidak hanya melibatkan Indra dan Tarry. Melainkan, turut melibatkan para petinggi bank berplat merah tersebut,'' jelas Arif. 

Dugaan ini, kata Arif, karena setiap kali pencarian nasabah masing-masing pejabat memiliki otoritas terhadap pencarian uang nasabah. 

''Kalau begini, saya menduga uang saya diambil secara berjamaah. Menurut saya, kasus ini turut melibatkan Manager Operasional, dan Manager Head Office BJB,'' kata Arif. 

Lantas karena kerugian dan ganti ruginya tidak sesuai dengan keinginannya. Arif Sebelumnya telah menolak menempuh penyelesaian kasus ini secara kekeluargaan. 

''Saya ingin ada audit independent khusus di BJB terkait pencairan uang tanpa sepengetahuannya. Akan tetapi, hingga kini belum terealisasi,'' jelas Arif. 

Penolakan Arif ini, karena pihak bank, hanya bersedia melakukan ganti uang miliknya sebesar Rp3 miliar dari 25 transaksi. Setelah itu, diapun diminta mencabut laporan Kepolisian maupun gugatan perdata. 

''Kalau ada niat mengganti Rp3 miliar, berarti mereka mengaku ada pembobolan uang saya. Mereka juga menawarkan akan menambah Rp2 miliar, jadi total keseluruhan yang akan diganti Rp5 miliar. Tapi saya tolak, karena kerugian saya 28 milliar,'' jelasnya. 

"Logikanya kalau pencairan ratusan juta pasti pihak bank konfirmasi ke nasabah. Tetapi saya tidak pernah diberitahu soal itu," tegas Arif. 

Dengan situasi yang ia alami. Arif meminta Polda Riau mengusut tuntas kasus ini. Atas dugaan adanya keterlibatan petinggi di BJB yang bekerjasama dengan IOG dan TDC sehingga rekeningnya dibobol dalam jumlah besar. 

''Saya juga minta kepada BJB untuk memberikan hak saya, salah satunya bukti transaksi atas nama saya yang tanda tangannya dipalsukan,'' tegas Arif.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Riau, Kombes Sunarto saat menggelar konferensi pers mengatakan, terjadinya perbuatan kedua tersangka berawal pada Januari 2018. Saat korban Arif Budiman mengetahui bahwa telah terjadi transaksi pencairan cek dari beberapa rekening giro perusahaan miliknya yang dilakukan tanpa seizin dan persetujuan dirinya.

Setelah dilaporkan, selanjutnya penyidik pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau melakukan serangkaian kegiatan penyelidikan menaikkan status perkara ke tingkat penyidikan.

Untuk mengungkapkan kasus ini, Narto mengatakan, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 22 saksi termasuk saksi ahli perbankan, OJK (Otoritas Jasa Keuangan,red) RI. 

''Dari keterangan saksi, bukti dokumen serta hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik (Labfor), penyidik menemukan fakta terjadinya perbuatan melawan hukum dalam proses transaksi 9 lembar cek yang mengakibatkan kerugian bagi nasabah,'' jelas Narto.

Untuk menguras tabungan Arif Budiman, kedua pelaku menjalankan modus operandi yakni tersangka Tarry selaku Teller menuliskan dan menirukan tanda tangan nasabah pada cek atas perintah tersangka Indra Osmer. Untuk selanjutnya melakukan transaksi penarikan dari rekening giro tanpa melakukan verifikasi yang menjadi syarat formil kelengkapan cek. Uang pencairan tersebut kemudian diberikan kepada yang tidak berhak, yakni Indra.

Kemudian, tersangka IOG dalam jabatannya sebagai Manager Bisnis Komersial memerintahkan tersangka TDC untuk melakukan pencairan cek tanpa izin sepengetahuan nasabah dan menerima uang pencairan cek dari Teller tetapi tidak diserahkan kepada yang berhak.

Sedangkan, dari perbuatan kedua tersangka ini, Arif Budiman mengalami kerugian sebesar Rp3.200.800.000. 

Lalu, dari penjelasan Direktur Reskrimsus Polda Riau, AKBP Ferry Irawan disebutkan jumlah uang atau total semuanya, perkiraan hampir Rp30 miliar. Sementara yang dicairkan tersangka Rp3.200.800.000. 

''Masih kita dalami, kita kembangkan, apakah total itu masih terus bertambah ataupun cukup pada angka Rp3,2 miliar,'' kata AKBP Ferry yang mendampingi Kombes Pol Sunarto saat itu.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 49 ayat (1) huruf a Undang-undang (UU) RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dengan ancaman pidana penjara sekurang-kurangnya 5 tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda sekurang-kurangnya Rp10 miliar dan paling banyak Rp200 miliar.

Kemudian Pasal 49 ayat (2) huruf b UU RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dengan ancaman pidana pidana penjara sekurang-kurangnya 3 tahun dan paling lama 8 tahun, serta denda sekurang-kurangnya Rp5 miliar dan paling banyak Rp100 miliar.***



Baca Juga