Indra Agus Sebut Proyek Hotel Kuansing Masuk Visi Misi Sukarmis

  • Sabtu, 17 Juli 2021 - 11:05 WIB


KLIKMX.COM, PEKANBARU -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kuansing, Indra Agus Lukman, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Jumat (16/7/2021). 

BAP itu, terkait dengan dugaan korupsi pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuansing pada 2015.


Dalam dugaan rasuah itu, Korps Adhyaksa Kuansing menjerat Fahruddin dan Alfion Hendra sebagai tersangka hingga terdakwa. Fahruddin merupakan eks Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR), sekaligus Pengguna Anggaran (PA) dan  Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)  Kegiatan bermasalah itu. Sedangkan Alfion Hendra, selaku Kepala Bidang  (Kabid) Tata Bangunan dan Perumahan di Dinas CKTR  2015 selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).


Dalam persidangan itu, Indra Agus Lukman tidak dapat hadir sebagai saksi. Adapun alasan Kepala Dinas (Kadis) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Riau itu tidak dapat hadir di persidangan yakni, dikarenakan sedang mengikuti pendidikan dan pelatihan (Diklat).

"Kami telah melakukan pemanggilan secara patut. Balasan bersangkutan tidak bisa hadir karena sedang Diklat (pendidikan dan pelatihan)," kata JPU yang dipimpin langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri Kuansing, Hadiman SH MH.

Atas hal itu, Hadiman meminta izin kepada majelis hakim yang diketuai Irwan Irawan SH MH untuk membacakan kesaksian Indra di BAP.


"Jika diperkenankan, kami mohon bacakan BAP saksi," pinta JPU.

Majelis hakim meminta pendapat terdakwa dan penasehat hukumnya. Selanjutnya, majelis hakim menyetujui agar BAP Indra Agus Lukman dibacakan saja. 

Dalam BAP-nya, Indra menyebut  pembangunan Hotel Kuansing diajukan ke Bappeda Kabupaten Kuansing oleh Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) di daerah itu. Namun tidak ada disebutkan usulan spesifik tentang pembangunan ruang pertemuan yang diberi nama Abdul Rauf.

"Seingat saya terkait pengusulan dan pengajuan kegiatan pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuansing tahun anggaran 2015 diusulkan Dinas CKTR  itu tidak ada, tapi usulan Dinas CKTR adalah pembangunan Hotel Kuansing tahap selanjutnya,"  kata Indra di BAP-nya yang dibacakan JPU.

Pembangunan Hotel Kuansing itu masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kuansing. Sesuai mekanisme, nantinya naskah RPJM ditetapkan sebagai Perda RPJM yang jadi acuan Bappeda dalam mengevaluasi usulan program dari OPD serta acuan pembahasan bersama tim TAPD.

JPU juga mempertanyakan terkait Perda Nomor 28 Tahun 2012 tentang RPJM yang disahkan.

"Apakah usulan pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuansing masuk ke dalam Perda tersebut?" tanya JPU.

Dalam BAP-nya, Indra menyebut tidak mengetahui secara detail isi dari Perda tersebut. Namun menurutnya, dalam Perda itu tidak ada usulan terkait  pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuansing.

"Seingat saya tidak pernah ada usulan  (pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuansing) tersebut karena yang diusulkan adalah pembangunan hotel tahap selanjutnya," tutur Indra.

Ketika pembahasan tahap evaluasi pertama, kata Indra, usulan pembangunan Hotel Kuansing tahap selanjutnya ditolak oleh Bidang Fisik dan Infrastruktur Bappeda karena tidak mengacu kepada RPJM.

"Ketika rapat bersama Bappeda, TPAD dan OPD usulan itu kembali diajukan OPD karena masuk dalam visi misi Bupati Kuansing terpilih ketika itu, Sukarmis," tutur JPU.

Pada sidang tersebut, majelis hakim juga mendengarkan kesaksian dari ahli adminitrasi negara, Maxsasai Indra yang didatangkan oleh penasehat hukum terdakwa. 

JPU dalam dakwaannya menyebutkan  korupsi terjadi pada 2015. Ketika itu terdakwa Fahruddin selaku Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kuansing dan juga Pengguna Anggaran (PA) pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kuansing dan juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam Kegiatan Pembangunan Ruang Pertemuan Hotel Kuansing.

Pembangunan Hotel Kuansing dilakukan berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Pemkab Kuansing di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Nomor DPA Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) 1.03.1.03.07.29.02.5.2. Pada pos mata belanja diketahui terdapat kegiatan Pembangunan Ruang Pertemuan Hotel Kuansing.

Perkara itu bermula pada tahun 2014 lalu, yakni adanya pembangunan fisik Hotel Kuansing oleh Dinas CKTR kabupaten setempat. Kemudian di tahun 2015, dilakukan pembangunan ruang pertemuan hotel yang dikerjakan PT Betania Prima dengan pagu anggaran sebesar Rp13,1 miliar yang bersumber dari APBD Kabupaten Kuansing.

Dalam pekerjaannya, rekanan menyerahkan jaminan pelaksanaan Rp629 juta lebih. Selain itu, pada kegiatan ini terjadi keterlambatan pembayaran uang muka oleh PPTK, sehingga berdampak pada keterlambatan progres pekerjaan.

PT Betania Prima selaku rekanan juga tidak pernah berada di lokasi selama proses pengerjaan proyek tersebut. Mereka hanya datang saat pencairan pembayaran pekerjaan setiap terminnya, dalam hal ini dihadiri Direktur PT Betania Prima. 

Hingga masa kontrak berakhir, pekerjaan tidak mampu diselesaikan rekanan. Rekanan hanya mampu menyelesaikan bobot pekerjaan sebesar 44,5 persen, dan total yang telah dibayarkan Rp5,263 miliar.

Atas hal itu, PT Betania Prima dikenakan denda atas keterlambatan pekerjaan sebesar Rp352 juta. Namun,  PPTK tidak pernah menagih denda tersebut. 

Tidak hanya itu, PPTK juga tidak melakukan klaim terhadap uang jaminan pelaksanaan kegiatan yang dititipkan PT Betania Prima di Bank Riau Kepri sebesar Rp629 juta. Semestinya, uang tersebut disetorkan ke kas daerah, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuansing. 

Sejak awal kegiatan, Kepala Dinas CKTR Kuansing selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) tidak pernah membentuk tim Penilai Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP). Sehingga, tidak pernah melakukan serah terima terhadap hasil pekerjaan, dan saat ini hasil pekerjaan tersebut tidak jelas keberadaannya.

Dengan demikian, Hotel Kuansing itu belum bisa dimanfaatkan. "Hasil perhitungan kerugian kerugian negara kerugian 5.050.257.046,21," kata JPU.

Atas perbuatannya, terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo  Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ***



Baca Juga