Puluhan Kapal Nelayan Jaring Kurau Diduga Beroperasi Ilegal di Perairan Meranti
- Minggu, 11 November 2018 - 15:46 WIB
SELATPANJANG--Konflik antar-nelayan kerap terjari di Meranti. Sengketa wilayah tangkap dan beroperasi secara ilegal sejumlah Âkapal nelayan jaring kurau, diduga menjadi penyebabnya.
Berdasarkan informasi petugas Pengawas Sumber Daya Kelautan dan ÂPerikanan (PSDKP) di Kepulaun Meranti, setidaknya tercatat sebanÂyak 83 unit kapal nelayan yang beroperasi secara ilegal. Jumlah Âtersebut diketahui dari hasil patroli yang dilakukan sejak JaÂnuari hingga Agustus 2018.
Kebanyakan pelanggaran dilakukan kapal nelayan jaring kurau. ÂSelain tidak mengantongi izin BPKP, mereka juga kerap beroprasi Âdi luar zona yang telah ditentukan oleh negara. Sengketa wilayah Âtangkap inilah yang selalu menjadi pemicu pecahnya pertikaian Âantara nelayan jaring gumbang dengan nelayan jaring kurau.
"Untuk kapal nelayan yang menggunakan jaring kurau aturannya Âsudah jelas di PermenKP No. 71 tahun 2016. Di sana disebutkan, Âmereka tidak boleh beroprasi kurang dua mil dari bibir pantai," Âkata Koordinator PSDKP Kepulaun Meranti M Qarafi kepada koranmx.com, Ahad (11/11) Âpagi.
Walaupun konflik yang terjadi sempat membuat PSDKP kelimpungan, Ânamun pihaknya belum mau menerapkan aturan secara langsung terhaÂdap pelanggar
yang terjaring dalam pengawasan. Pendekatan secara persuasif Âperlu dilakukan, mengingat para pelanggar aturan juga didominasi Ânelayan kecil dengan kapasitas kapal 6 GT kebawah.
"Mereka berebut wilayah operasi. Konflik kerap terjadi antara Ânelayan gumbang dan nelayan kurau. Alat tangkap nelayan gumbang Ârusak, dampak dari jaring kurau. Malahan ada nelayan jaring kurau Âyang beroprasi di dalam selat," ungkapnya.
Dari awal tahun hingga November 2018 ini saja, dibeberkan Qarafi Âtelah terjadi tiga kali konflik antara nelayan terkait. Pertama Âkonflik antar nelayan gumbang Desa Mayang Sari dengan nelayan Âkurau Desa Selatakar. Selanjutnya konflik nelayan kurau Kelurahan Teluk Belitung dan Ânelayan gumbang asal Desa Mekar Sari. Dan, terakhir konflik Âantara nelayan kurau Desa Putri Puyu dengan nelayan gumbang Desa ÂSelatakar.
"Mereka juga warga Kepulauan Meranti. Memang, tidak sempat memaÂnas karena cepat ditanggapi," ujar Qarafi.
Minimnya pemahaman para nelayan terhadap aturan yang berlaku, Âmenurut dia bukanlah suatu alasan. Pasalnya, pendekatan persuasif Âdan sosialisasi dari desa ke desa kerap dilakukannya. Tidak hanya ÂPSDKP saja, Dinas Perikanan Kepulauan Meranti juga kerap lakukan hal sama kepada selayan.
"Jangankan sosialisasi, penerbitan Izin saja kita yang jemput Âantar berkasnya. Namun hal itu terjadi diduga kuat akibat minimnya biaya oprasional. Kalau lebih dari zona tentu biaya oprasional Âmahal, makanya mereka ambil jalan pintas beroprasi di dekat lepas Âpantai, walaupun harus melanggar aturan," ujarnya.
Dalam waktu dekat, PSDKP kembali akan melakukan pengawasan terhaÂdap nelayan jaring kurau. Selain pengawasan, sosialisasi terhadap Âpelanggar aturan juga dapat dilakukan secara langsung. "Dalam Âwaktu dekat ini, kita kembali turun ke laut lakukan pengawasan, Âdan sosialisasi", tutup Qarafi.***
Liputan : Syamsidir
Editor : Oce E Satria